Sunday, April 20, 2008

SKTM, Surat GAKIN? The Patriotic Madame Health Dibedah Pakai Nalar Jalanan

Awicaks

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan yang sedang menikmati citra sebagai patriot pelawan hegemoni Utara dalam politik kesehatan, ketika melihat seorang ibu yang masih harus menunggu perawatan di sebuah rumah sakit karena ia menggunakan Surat Keterangan Tak Mampu (SKTM) dan baru bayar kurang dari separuh total biaya yang dibutuhkan sementara sang suami tengah pontang-panting mencari utangan. Kata Siti Fadilah, seharusnya ibu itu menggunakan Surat Keluarga Miskin (GAKIN) agar dapat segera memperoleh layanan gratis, bukan menggunakan SKTM.

Saya ajak Anda bermain-main dengan nalar jalanan. Apakah sesederhana yang dikatakan menteri patriotik ini?

Nalar jalanan yang umum berlaku, menurut saya adalah, sang suami mesti punya sejumlah uang agar Surat GAKIN bisa diterbitkan kelurahan tempat ia bermukim. Itu pun jika diasumsikan mereka adalah penduduk resmi Jakarta, yang notabene harus ber-KTP. Bisa dibayangkan seandainya mereka adalah "penduduk liar" Jakarta dan tak punya sejumlah uang pelicin untuk mendapatkan Surat GAKIN. Bolehjadi punya SKTM saja sudah merupakan anugerah bagi keluarga itu.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" pun ditanggapi oleh kepala rumah sakit bersangkutan dengan jawaban khas masa Orde Baru. "Kami tengah meneliti bagaimana hal ini terjadi, Bu." Nalar jalanan akan berkata lain. Saya membayangkan, tak lama setelah ibu menteri meninggalkan arena upacara "inspeksi mendadak", kepala rumah sakit akan menyemprot staf-stafnya, marah-marah atas "kecolongan besar" itu. Ia akan lebih sibuk membersihkan piring kotor yang tertangkap tangan ibu menteri daripada mengambil tindakan segera mengobati si ibu miskin itu. Si ibu miskin itu pasti segera mendapatkan layanan kelas jalan tol, cepat tanpa hambatan (dengan macet dan merayap di beberapa titik), khawatir si ibu menteri memerintahkan tim intelijennya mengawasi rumah sakit yang ia pimpin.

Terlepas dari warta wagu di atas, SKTM dan Surat GAKIN sebagai cara pengurus Negara mengurangi beban kelompok warga yang tersisih dalam memenuhi kualitas hidup mereka, boleh dibilang hanyalah merupakan perangkat mekanistik, bukan suatu tindak gagah berani dan bertanggungjawab yang mengedepankan dan mengusung keselamatan warga sebagai tema utama kebijakan. SKTM dan Surat GAKIN lebih kurang mirip dengan kartu diskon yang tak bebas dari manipulasi, baik dari tingkat pengurus Negara hingga ke lapis warga masyarakat itu sendiri.

Tengok rangkaian peristiwa tahun lalu ketika pengurus Negara mencabut subsidi BBM dalam negeri. Siasat Negara agar tidak terjadi gejolak sosial dengan memberlakukan kebijakan jauh dari cerdas, mengeluarkan beberapa bentuk kartu diskon, seperti BOS, Dana Bantuan Tunai Langsung (DBTL), dan sebagainya, terbukti tak mampu mengatasi manipulasi-manipulasi warga masyarakat atas nama survival. Jangan lupa menyebut bagaimana praktik-praktik makelar beroperasi hingga ke wilayah ini, entah lewat cara pengurusan kolektif atau pemalsuan identitas.

Pertanyaan "bagaimana ini bisa terjadi?" tak selayaknya dilontarkan The Patriotic Madame Health yang akhir-akhir ini gemar berkisah tentang konspirasi hegemonik negara-negara industri maju mengangkangi negara-negara miskin, bodoh dan terbelakang dalam hal kesehatan. Ia semestinya bisa menduga kenapa si ibu miskin pemegang SKTM merana menunggu layanan di rumah sakit yang di"inspeksi secara mendadak" itu karena mestinya ia paham bahwa pelayanan kesehatan negeri ini memang bukan lagi tanggung jawab Negara, tetapi sudah menjadi komoditi yang mesti dibeli warga. Apalagi sebagai seorang dokter, tentunya the Patriotic Madame Health pun paham pola hubungan simbiosa mutualisma antara dokter praktek dengan distributor obat-obatan, yang para pialangnya kerap mengganggu antrean pasien di tempat-tempat praktek, sebagai bukti tak-terbantahkan bahwa pelayanan kesehatan adalah komoditi di negeri nan amburadul ini.

Ingat tentang kisah seorang laki-laki berpindah-pindah membawa anaknya yang sakit dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain di Jakarta Timur hingga si anak meninggal dunia kira-kira setahun lalu? "Bagaimana ini bisa terjadi?" bukan pertanyaan yang layak dilontarkan seorang Menteri Kesehatan yang dengan gagah berani menentang dominasi negara industri maju atas transaksi sampel virus flu burung di Indonesia itu. Mestinya kesadaran kritisnya tak hanya menyangkut soal layanan kesehatan, tetapi juga tentang akses warga terhadap makanan sehat, air bersih, udara bersih, lingkungan sehat yang terhambat karena semua itu tak ada lagi yang gratis dan memang pengurus Negara tidak lagi bertanggung jawab menjamin ketersediaannya.

20 April 2008

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

5 comments:

Anonymous said...

setuju. menteri kita ini memang hanya gemar cari sensasi saja, padahal bidang kesehatan di negara ini makin kacau! sudah bukan rahasia lagi kalau untuk memperoleh GAKIN pun harus dengan SOGOK-MENYOGOK, menyebabkan orang yang betul2 tidak mampu malah dihalang2i eh... tapi ternyata ada seorang ibu yang punya mobil dan apartemen -tanpa malu- berobat dengan gakin! Supir kami baru berduka. Kemarin isterinya melahirkan dengan caesar (karena posisi bayi melintang). Mereka tidak diberi izin memperoleh gakin, tapi diberi SKTM dengan rujukan RS TARAKAN, tomang (HATI2 DENGAN RS INI). setelah lahir kemarin siang, entah sejak kapan rupanya tengah malam si jabang bayi mengalami pendarahan via hidung dan mulut (karena infeksi katanya.. tapi tak dijelaskan infeksi apa?!).. Sangat ajaib, tidak ada satu dokter pun yang mengetahui kejadian ini, tidak ada satu dokter jaga pun yang memeriksa kondisinya! Tadi pagi pak supir yang hanya bisa pasrah menelpon sana-sini karena kebingungan harus berbuat apa dengan sekaratnya bayinya. Waktu kami bicara dengan suster nanya siapa nama dokternya... lebih ajaib lagi.... jawabannya... TIDAK TAHU! Berusaha melindungi atau memang benar2 apatis dan bodoh? Akhirnya si jabang bayi pun cuman mampir beberapa jam saja di dunia.. tadi siang dia sudah pulang lagi ke sang Pencipta.. Nasib orang miskin memang dikerjain habis di negara ini. Belum lagi kisah seorang ibu yg mengemis2 minta gakin di puskesmas. Dari RT sampai ke kelurahan dia sudah dinyatakan MISKIN. tapi hebatnya menurut orang puskesmas, dia BELUM CUKUP MISKIN karena rumah si ibu yg cuma seuprit itu ternyata pakai tegel!!! Meski sudah dijelaskan bahwa tegel itu dulu dipasang oleh menantunya yg kini sudah meninggal, dan penghasilan mereka sudah tidak menentu, si ibu puskesmas arogan tetep saja kekeuh tidak mau mengeluarkan gakin!! Sikap menteri pahlawan patriotis bangsa kita? Ah... dulu merebaknya flu burung pun dia tidak tahu.. apalagi nasib orang2 tak bernama.

Anonymous said...

beda menkes, beda lagi mendiknas yg hobby memasang advertorial di majalah tempo. kasat mata bukti bobroknya pendidikan nasional gara2 dia, masih berani dia memoles-moles depdiknas di bawah kepemimpinannya sebagai departemen penuh kemilau. jangan2 jumlah advertorial itu yg akan di-klaim sebagai indikator keberhasilan nanti waktu laporan pertanggungjawaban...

Hermawan Haryanto said...

Minggu kemarin keluarga saya mengurus surat GAKIN untuk ibu saya yang sedang dirawat di RSUP Persahabatan, dan saya dikejutkan harga untuk memperoleh surat tersebut adalah Rp. 500.000,- ++ (plus harus kasih ke RT/RW/Kelurahan setempat dan Puskesmas).

Pintarnya, di blanko tidak tertulis biaya Rp. 500.000,- tersebut, melainkan ditulis sebagai kesanggupan si sakit atau keluarganya untuk membayar biaya tersebut. Angka Rp. 500.000,- ditulis tangan.

Bila tidak angka segitu maka surat tersebut tidak akan keluar. Ini surat jadi seperti disandera, dan tidak keluar tanpa tebusan uang yang segitu mahalnya untuk orang yang disebut sebagai MISKIN.

Anehnya, setiap harinya lebih dari 300 orang yang mengantri untuk membayar untuk mendapatkan surat tersebut. Betapa hebatnya korupsi tersebut melanda. Apakah bapak SBY atau menteri kesehatan kita tahu akan hal tersebut?

Herannya, hal ini sudah berjalan bertahun-tahun tapi tidak ada satupun tindakan apa-apa dari para aparat yang mengaku dan bersumpah untuk memberantas korupsi?

Sekian uneg-uneg saya, bila ada yang ingin mengkonfirmasi kebenaran informasi ini, silahkan datangi RSUP Persahabatan di Jakarta Timur bagian Dinas Sosial yang menerbitkan surat GAKIN tersebut, buktikan dengan mata kepala Anda sendiri.

Anonymous said...

mental miskin jauhi lah......?
mengaku miskin inilah kenyataan fenomena masyrakat kita... kejadiannya begini.. hario senin 13-12-10,,, anak saya sakit, kuning katika itu pagi harinya saya peri ke RSUD budi asih disana lah dilantai 2 bagian poli anak banyak yang yang antri untuk mendaftar dan masuk keruang dr poli anak... hampir 2 jam saya dan istri saya menunggu panggilan masuk kedokter.... sambil menunggu panggilan saya,, dan istri saya bertanya kepada seseorang pasien yang juga ikut antrii.. penampilan wow ... kerennnnnnnnnn abis,, sambil memegang dual gsm nya dengan pakian perrlente..... gaya seorang model.... nah saya pikir.... kenapa mau ikut2 antri dengan kita2 yang kelas middle lower... ketika dia tanya kepada istriku " mba anak nya sakit apa? istri berkata kuning.. dia menjawab ooo... emang ibu lahiran dimana ? istri menjawab,, di RS swasta...?... oh... dia menajwab... kalau saya mba disini( RSUD BUDI ASIH... GRATIS?,,,, ISTRI sya kaget... gratis... kok bisa gitu... suami saya habis biaya sesar anak saya ini hampir 6jt dengan uang nya sendiri.... , lalu ibu itu menjawab kalau saya pake GAKIN MBAK.... istri kaget... dan merenung... wow gak salah ..., dalam pikir istri saya... kami hanya dengan pakian biasa,,, dan sederhana .... mampu membayar ... biaya rumah sakit.... n ah inilah kenyataan yang ada apakah syarat2 pembuatan gakin benar fair.... karena salah satunya adalah yang tidak memenenuhi syarat gakin adalah makan 2 x sehari, rumah dengan mengunkan lantai selain tanah...wow.... perlu telusuri neh

Anonymous said...

itu sangat menarik untuk dibaca. Saya ingin mengutip posting Anda di blog saya. Hal ini dapat? Dan Anda et account di Twitter?.