Muhammad Yunus - Agustus 2006
Metodologi Grameen Bank nyaris seluruhnya merupakan kebalikan dari metodologi perbankan konvensional. Perbankan konvensional berlandaskan prinsip bahwa semakin banyak yang Anda miliki, semakin banyak manfaat yang akan diperoleh. Dengan kata lain, jika Anda hanya memiliki sedikit harta atau bahkan tak memiliki harta secuil pun, tak akan ada manfaat yang akan Anda peroleh. Sebagai hasilnya, lebih dari separuh populasi dunia tak pernah menikmati manfaat jasa keuangan dari bank-bank konvensional. Perbankan konvensional bekerja berdasarkan jaminan-jaminan tertentu, sementara sistem Grameen sama sekali tidak menggunakan sistem penjaminan.
Grameen Bank dibangun dengan keyakinan bahwa hak memperoleh kredit merupakan bagian dari hak-hak dasar manusia (hak-hak asasi manusia, HAM). Sehingga Grameen Bank membangun sebuah sistem yang mendahulukan mereka yang paling miskin untuk memperoleh kredit. Metodologi Grameen tidak berlandaskan suatu penaksiran terhadap penguasaan atau kepemilikan seseorang atas hal-hal yang bersifat material, tetapi lebih menaksir kemampuan tersembunyi (potensi) seseorang. Grameen percaya bahwa semua manusia, termasuk yang paling miskin sekali pun, dikaruniai potensi tak terbatas. Di sinilah letak bedanya. Perbankan konvensional lebih menekankan kepada apa yang telah dimiliki atau dikuasai seseorang, sementara Grameen justru berusaha menggali potensi yang belum dikembangkan dari seseorang.
Perbankan konvensional dimiliki dan dikuasai oleh kelompok kaya, terutama laki-laki. Grameen Bank dimiliki dan dikuasai oleh perempuan-perempuan miskin.
Tujuan sentral dari perbankan konvensional adalah bagaimana memaksimalkan laba (profit). Sementara tujuan Grameen Bank adalah untuk memberikan pelayanan keuangan kepada kelompok miskin, terutama perempuan, untuk membantu mereka keluar dari dari lingkaran setan kemiskinan, membuat kemampuan mereka dapat digali untuk mendapatkan laba secara keuangan. Pernyataan tersebut merupakan tujuan-tujuan yang saling melengkapi, yang merupakan cerminan dari kombinasi cara pandang sosial dan ekonomi sekaligus.
Perbankan konvensional lebih memusatkan perhatiannya kepada laki-laki, sementara Grameen justru memberikan prioritas tertinggi kepada perempuan. Sekitar 96% debitor Grameen Bank adalah perempuan. Grameen Bank bekerja untuk meningkatkan status perempuan dari kelompok miskin dengan memberikan peluang menguasai dan memiliki suatu asset tertentu. Oleh karena itu Grameen Bank senantiasa memastikan bahwa hak-hak penguasaan dan kepemilikan atas asset hasil pinjaman debitornya adalah atas nama peminjam, dalam hal ini kelompok perempuan.
Cabang-cabang Grameen Bank terletak di wilayah perdesaan, berbeda dengan perbankan konvensional yang justru selalu berusaha mendekatkan diri dengan wilayah-wilayah bisnis dan wilayah perkotaan. Prinsip pertama perbankan Grameen adalah bahwa debitor tidak perlu pergi ke bank, tetapi bank lah yang seharusnya mendatangi debitornya. Dengan 18.795 staf Grameen Bank melayani 6,61 juta peminjam langsung di rumah mereka di 71.371 desa yang tersebar di seluruh Bangladesh setiap minggu. Pembayaran pinjaman juga dibuat semudah mungkin dengan memecah-mecah total pinjaman yang harus dibayar menjadi sejumlah dana yang sangat kecil yang dapat dibayarkan setiap minggu. Melakukan bisnis dengan cara seperti itu memang memberi kerja ekstra bagi bank, tetapi hal tersebut justru akan membuat peminjam menjadi lebih nyaman berurusan dengan bank.
Tidak ada instrumen hukum antara peminjam dan pemberi pinjaman pada metodologi Grameen. Tidak ada pengaturan khusus bahwa seorang debitor akan diseret ke meja hijau apabila gagal mengembalikan pinjamannya. Ini juga merupakan perbedaan dasar dengan perbankan konvensional. Metodologi Grameen juga tidak melibatkan campur-tangan pihak ketiga dalam penegakkan asas-asas kontrak antara Grameen Bank dengan peminjamnya.
Perbankan konvensional selalu menggunakan moda 'hukuman' bagi peminjamnya jika mereka tidak tepat jadual dalam pembayaran kembali sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Perbankan konvensional akan menyebut para debitor seperti sebagai "defaulters". Metodologi Grameen membolehkan debitor yang tak taat jadual untuk melakukan penjadualan-lang pembayaran pinjamannya tanpa membebani mereka dengan rasa bersalah (sesungguhnya, mereka memang tidak melakukan kesalahan apa pun).
Ketika seorang debitor mengalami kesulitan, perbankan konvensional mulai khawatir dengan uang mereka, dan kemudian melakukan upaya apa pun untuk menarik kembali uang tersebut, termasuk melakukan penyitaan atas jaminan sesuai perjanjian. Pada kasus serupa, staf Grameen Bank akan bekerja ekstra keras untuk membantu para debitor yang tengah mengalami kesulitan, dan melakukan upaya apa pun agar para debitor tersebut agar dapat memulihkan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan kesulitan yang dihadapi. Setelah itu, barulah masalah pembayaran pinjaman dibicarakan.
Terhadap debitor bermasalah, perbankan konvensional tidak pernah menghentikan "argometer" bunganya kecuali pada pengecualian khusus. Bunga yang dikenakan pada pinjaman bahkan dapat berlipat lebih besar dari pinjaman pokok, tergantung pada periode pinjaman yang disepakati. Pada Grameen Bank, total bunga dari suatu pinjaman tidak akan pernah melampaui besarnya pinjaman pokok, tak peduli berapa lama pinjaman tersebut belum juga dibayarkan.
Perbankan konvensional tidak menaruh perhatian kepada apa yang terjadi dengan keluarga peminjam sebagai dampak dari tindakan mereka bertransaksi dengan lembaga keuangan tersebut. Sistem Grameen memantau situasi keluarga peminjam, seperti pendidikan anak-anak mereka (secara rutin Grameen Bank memberikan beasiswa dan pinjaman pendidikan), mutu permukiman, mutu sanitasi, akses terhadap air bersih, serta kemampuan mereka menghadapi bencana serta situasi-situasi gawat-darurat lainnya. Sistem Grameen membantu para debitor membangun dana pensiun mereka serta berbagai bentuk tabungan.
Bunga pada perbankan konvensional umumnya dijumlahkan setiap tiga bulan, sementara pada Grameen Bank semua bunga merupakan bunga apa adanya.
Pada kasus meninggalnya seorang debitor, sistem Grameen tidak memaksa keluarga yang ditinggalkan untuk mewarisi kewajiban pembayaran pinjaman tersebut. Grameen Bank memiliki suatu layanan asuransi yang akan membayarkan pinjaman debitornya apabila mereka meninggal. Tidak ada beban yang dialihkan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Pada perbankan Grameen bahkan seorang pengemis pun memperoleh perhatian. Grameen Bank melaukan pendekatan dan membujuk para pengemis untuk bergabung. Staf-staf Grameen Bank mendorong para pengemis untuk tidak sekedar mengemis, tetapi menjual sesuatu yang dapat mereka tawarkan. Gagasannya adalah agar mereka dapat "lulus" dan keluar dari komunitas pengemis, bukan untuk mendorong mereka mengemis secara lebih kreatif.
Program-program tersebut di atas tidak akan pernah menjadi kerja-kerja perbankan konvensional.
Sistem Grameen merangsang para debitor untuk mengadopsi tujuan-tujuan perbaikan di bidang sosial, pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut dikenal dengan sebutan "Keputusan Enambelas" (tak perlu ada mas-kawin, pendidikan untuk anak-anak, WC umum, menanam phon, makan sayur untuk memerangi rabun-senja yang banyak diidap anak-anak, pengaturan penyediaan air bersih, dan sebagainya). Perbankan konvensional tidak memusingkan urusan-urusan seperti itu.
Pada Grameen Bank, kami melihat orang miskin sebagai manusia yang dikerdilkan (dibonsai). Jika benih dari sebuah pohon raksasa ditanam di pot kecil, pohon yang tumbuh adalah pohon versi miniatur dari ukuran yang sesungguhnya. Hal tersebut bukan karena kesalahan benih itu, karena benih tidak tahu apa-apa tentang tempat dimana ia tumbuh. Orang menjadi miskin karena masyarakat mengingkari mereka, padahal masyarakat adalah tempat mereka bertumbuh. Mereka hanya mendapatkan pot kecil untuk bertumbuh. Usaha-usaha Grameen Bank adalah memindahkan mereka dari pot kecil itu ke lahan yang lebih subur dari suatu masyarakat.
Jika kita berhasil melakukannya, tidak akan ada lagi "bonsai" manusia di dunia ini. Dan kita akan meraih dunia bebas kemiskinan.
(terjemehan oleh awicaks dari tulisan Muhammad Yunus)
No comments:
Post a Comment