Sunday, January 27, 2008

Republik Formalitas Indonesia - For the Great Sake to Meet Administrative Requirements

Awicaks

Saya berani bilang, orang yang bersekolah di Indonesia sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi telah menghabiskan waktunya hanya untuk memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi persekolahan. Ilmu hakiki sebagai bekal hidup, baik dalam arti yang baik maupun yang buruk, justru diperoleh ketika mereka sudah keluar dari sekolah, terjun ke kehidupan nyata. Maka persyaratan-persyaratan seperti kehadiran di sekolah (absensi), nilai akhir mata-pelajaran atau mata-kuliah, nilai perilaku, serta pembayaran biaya menjadi ukuran-ukuran tak-terbantahkan yang harus dipenuhi jika mereka ingin dapat terus bersekolah. Dalam banyak percakapan menjadi jelas bagi saya bahwa persoalan persekolahan, pendidikan dan pembelajaran adalah tiga hal yang berbeda. Saya mungkin akan menuliskan perbedaan ketiga persoalan itu nanti, tidak di tulisan ini.

Hal sama juga berlaku di bidang hukum dan peradilan. Beberapa kali saya terlibat secara pinggiran pada kasus-kasus di beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan pelindasan hak hidup warga oleh orang yang bersembunyi di bawah naungan kantor-kantor negara, yang biasanya menjadi pendukung setia kuasa-kuasa modal raksasa. Tidak pernah ada kisah kemenangan berada di pihak warga. Data lebih bicara dibandingkan fakta. Kelengkapan syarat administrasi peradilan lebih dihormati dibandingkan rasa keadilan. Padahal data tidak akan pernah bisa bebas nilai. Metodologi atau cara perolehan data adalah alat yang seratus persen berada dalam kuasa orang yang menggunakannya. Pengakuan atas kesahihan metodologi dan data yang dihasilkan juga bukan hal yang bersifat mutlak, karena ia adalah buah kesepakatan. Demikian halnya dengan kelengkapan syarat administrasi proses peradilan. Mereka yang punya modal uang dan kuasa lebih besar jelas akan memiliki akses lebih luas terhadap kelengkapan administrasi peradilan. Bahkan tata-cara pelengkapan syarat-syarat tersebut pun dapat dibeli.

Bagaimana dengan demokrasi? Setali tiga uang. Sarwa Keneh. Padha bae. Tertib persyaratan administrasi legislasi menjadi arena utama kerja-kerja perwakilan, bukan aspirasi warga yang sesungguhnya telah membuat orang-orang tak berwajah dan bernama di masa lalu tersebut menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, baik di tingkat nasional maupun di tingkat wilayah. Tata-tertib telah menjadi ayat-ayat suci yang dibuat dengan niat bulat mempermudah kerja-kerja orang-orang yang menyusun dan menggunakannya. Bukan tata-tertib yang menjamin tegas dan kasat tali mandat antara aspirasi dan kerja perwakilan mereka. Maka keputusan-keputusan politik yang bersifat dinamik, terkait dengan tekanan-tekanan perubahan yang datang dari luar, lebih sering berupa reaksi spontan yang dangkal, tambal-sulam serta miskin pemikiran yang mendasar. Hasilnya, lebih banyak berupa keputusan-keputusan yang bersifat mekanistik, yang kenyataannya sangat jarang ditegakkan secara jelas, karena keputusan tersebut memang tidak mampu meredam dan menyerap dinamika perubahan yang terjadi. Sehingga ada banyak keputusan-keputusan politik yang diproduksi parlemen, yang sesungguhnya bisa dikelompokkan secara sederhana sepanjang mereka menggunakan akal sehat dan memiliki pertanyaan-pertanyaan kritis yang mendasar tentang hakekat pekerjaan mereka mewakili aspirasi warga.

Tidak perlu kita menyorot unsur pelaksanaan (eksekusi) pengurusan negara, karena kita pun akan menghadapi kesetiaan yang sama terhadap kerja-kerja keras memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi. Hakekat pengurusan negara untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan warga sama sekali tidak tergambar pada tata-kerja dan pedoman tugas para pelaksananya. Hakekat pengurusan negara untuk menjamin terpeliharanya kemampuan warga berproduksi guna memenuhi syarat-syarat hidup berkualitas sesuai latar wilayah sosial-ekologik masing-masing pun terpojok hanya sebagai ukuran dan satuan sarana fisik pelayanan yang tidak pernah bisa melakukan fungsi dasarnya dalam melayani. Apalagi hakekat pengurusan negara untuk menjamin terjaganya kemampuan warga dalam memelihara dan menjaga keberlanjutan jasa alam dan lingkungan sekitar. Ia berhenti menjadi piagam-piagam penghargaan pelestarian lingkungan hidup, upacara penanaman pohon, serta pidato-pidato kosong pada acara-acara internasional.

Jangan berkeluh-kesah jika kebetulan Anda melihat orangtua yang begitu bengis dan keji menekan anak mereka untuk bekerja keras agar dapat mencapai nilai akhir yang setinggi-tingginya. "Kami sudah tunggang-langgang mencari uang untuk biaya kamu bersekolah. Dan sekolah kamu itu adalah sekolah unggulan, agar kamu dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan yang layak dan terhormat!"

Jeratan formalitas dan tolok-tolok ukur fisikal agaknya sudah sedemikian dalam merasuk dalam tatanan sosial negeri amburadul ini. Arus-utama itu begitu kuatnya, sehingga pertanyaan-pertanyaan kritis mendasar tentang kualitas bisa dianggap sebagai pertanyaan orang yang tidak waras, yang mencari-cari masalah dan buang waktu. Menyedihkan.

26 Januari 2008


Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: