Awicaks
DPR tersinggung dengan kata-kata pada lirik lagu Slank, dan mengatakan lagu tersebut tak bermoral dan meresahkan. Berita itu membuat saya betah duduk di kamar mandi untuk melepas hajat rutin di pagi hari. Hebat nian. Baru saja kita disuguhi warta tentang seorang anggota DPR tertangkap tangan menerima duit yang diikat karet gelang sejumlah Rp 71 juta saat sedang bersama perempuan yang tidak disebut namanya oleh para wartawan, tiba-tiba Badan Kehormatan DPR berani berdiri tegak berteriak, "Lagu Slank tidak bermoral!"
Saya tidak tertarik memperdebatkan perilaku para anggota dewan yang terhormat, juga tak tertarik memperbincangkan diameter batok kepala orang-orang yang baru saja belajar berbicara di depan publik dan belajar adu argumen. Yang saya permasalahkan adalah, suatu keberanian mereka untuk bersikap dan bertindak tak tahu malu. Itu yang luarbiasa. Dan tiba-tiba kata moral dan moralitas seakan-akan menjadi sebuah ketukan palu yang hanya boleh diayun oleh para anggota dewan yang terhormat. Luarbiasa tak tahu malunya mereka.
Publik paham bahwa DPR tak mewakili aspirasi mereka. Publik pun paham bahwa DPR pun tak peduli dengan kesulitan hidup yang mereka hadapi. Karena anggota DPR lebih pusing memikirkan kenaikan gaji mereka ketimbang kenaikan upah minimum regional (UMR) buruh. Juga lebih pusing memikirkan sumber-sumber baru untuk menaikkan tunjangan tambahan mereka ketimbang memikirkan perimbangan anggaran pusat dan daerah. Dan tiba-tiba, karena sebuah lagu, mereka berani untuk bersikap tak tahu malu dan mengatakan serta memaparkan kepada publik bahwa salah satu lagu Slank liriknya tak bermoral.
Luarbiasa. Pagi ini adalah ritual harian yang luarbiasa lancar. Warta itu sungguh membuat lambung saya lebih sehat....
10 April 2008
No comments:
Post a Comment