Thursday, January 15, 2009

Tanah, Tanah, Tanah.... Mana Tahan...

Awicaks

Konon, tata-kuasa atau power system di mana pun di muka planet selalu melekat dengan penguasaan atas tanah. Semakin luas tanah dikuasai semakin luas kekuasaan yang dimiliki. Perang antarkerajaan yang sering kita baca, baik itu sekedar dongeng pengantar tidur atau kisah sejarah yang difabrikasi, selalu bicara tentang rentang jangkauan kekuasaan, berupa wilayah atau teritori. Maka ia bicara tentang tanah. Jika demikian, cara-baca itu ternyata masih sama. Kekuasaan (yang juga punya saudara kandung, kekayaan) masih juga bicara soal penguasaan atas tanah dengan luas tertentu. Tentu saja tanah berikut apa yang ada di atasnya, apa yang ada di bawahnya, serta apa yang ada sekelilingnya.

Rekayasa bahasa soal tanah luarbiasa kreatif perkembangannya. Orang sekarang kerap menggunakan istilah properti. Itu pun berangkat dari pemahaman ekonomi yang kapitalistik bahwa kuasa atas tanah merupakan salah satu jenis hak-hak penguasaan yang mengekslusi pihak lain (property rights). Tetapi properti juga bicara apa yang dikembangkan di atas sebidang tanah yang dikuasai, yang nilai ekonomiknya melekat pada nilai ekonomik kekuasaan tersebut. Sebagai sumber produksi tanah untuk tujuan pemanfaatan kekayaan alam beserta pengolahannya, seperti pertanian atau pemanfaatan secara langsung, kerap disebut dengan hak-hak agraria.

Bentuk-bentuk pendudukan suatu wilayah oleh suatu rejim kekuasaan dari wilayah lain untuk nantinya dibangun tata-kuasa sesuai tata-hukum yang berlaku dari pihak yang melakukan pendudukan, atau kolonisasi, juga bicara soal tanah. Tanah bukan hanya ruang hidup dan ruang ekonomik bagi manusia tetapi sungguh telah menjadi sebuah ekspresi kekuasaan. Maka "sejengkal" tanah bernama jalur Gazza pun saat ini menjadi perang antarNegara. "Sejengkal" tanah, yang entah hingga hari ini belum jelas bagi saya apa nilai-nilai di balik luasannya, pun mampu mengundang gelegak amarah warga dunia terhadap aksi brutal Israel terhadap warga sipil Palestina, sebagai bagian dari sejarah panjang perebutan tanah.

Fabrikasi kemasan perang panjang itu bermacam-macam. Mereka yang cupet dan malas berpikir lebih senang menggunakan argumen agama. Ini perang Islam lawan Yahudi. Entah itu Yahudi sebagai sebuah satuan etnik atau sebagai agama. Yang rada canggih akan melibatkan bacaan-bacaan tentang tarik-menarik kuasa ekonomi global lawan bangsa-bangsa kecil pemilik sumber-sumber kekayaan alam. Tetapi, lagi-lagi ia bicara soal kuasa atas tanah.

Saya teringat seorang kawan yang baru saja membeli "sejengkal" tanah di Kabupaten Bogor untuk membangun rumah yang telah lama ia idam-idamkan. Ia menunjukkan surat penguasaan dan kepemilikannya, atau sertifikat hak milik (SHM). Kebanggaan lainnya, ia sudah melakukan penyelidikan seksama bahwa daerah dimana "sejengkal" tanah yang ia baru saja kuasai itu tergolong aman dari ancaman pembangunan. Lho kok? Menurut kawan itu, di Indonesia yang namanya pembangunan selalu melibatkan penggusuran tanah. Maka gusarlah ia ketika suatu hari datang seorang asing memprotes dirinya dan menuduh bahwa kawan saya itu menguasai tanah yang telah dikuasai sang tamu lebih dari dua dekade.

"SHM yang Anda miliki itu bodhong!" Tuduh sang tamu. Kawan saya sangat gusar dengan tuduhan itu. Maka "perang" pun pecah. Dihadirkan pihak ketiga, yakni orang-orang yang menjabat sebagai pengurus warga setempat. Usaha itu pun tak mampu menjernihkan masalah. Perang yang awalnya masih dikurung tanda kutip (") pun berubah menjadi peang yang sesungguhnya. Sang tamu mengerahkan preman untuk mengintimidasi kawan saya. Kawan saya pun tak mau kalah. Ia melibatkan sepupunya yang kebetulan berdinas di kepolisian. Hingga hari ini, sudah memasuki bulan keempat, perang atas "sejengkal" tanah itu masih berlangsung. Saya hanya berharap perang itu tak memakan waktu selama perang Isarel versus Palestina menyangkut "sejengkal" tanah di Jalur Gazza....

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

2 comments:

hidupsehatalami said...

Manusia kan asalnya dr tanah, gak salah jg kalo ributnya soal tanah. Syahwat cr tanah trs bringin spi akhir jaman, yg pasti kita semua sampe ketanah kuburan.
Yang urgen gmn kita mggpai tanah impian, surga abadi.
Mknya kita toleransi dong ssma ttga biar dpt tnh impian, jgn kyk israel jjh tnh bangsa plstina pastainya dpt tanah kerak bumi, neraka jahanam. hii serem deh...!

hidupsehatalami said...

Nah ini yg bkin sy empet kcrupet,trllu naif cr brfkir org yg brbda pndpat dblg cupet n mls brfikir.Bg org kptls mslh israel n palestina dilihat sple, soal tanah.Sekali-kali tidak, ini bcr ttg peradaban manusia.Perang di Gaza adalah prg peradaban, udh wtk yahudi utk jd biadab, nabi n rasul aja dbnh.
Indonesia gak brdiri kalo smgt kmrdekanya bangsanya runtuh, begitu jg bangsa Palestina.Ruh Islamlah yg mngntarkan bangsa Palestina brjuang mprtahankan hak kmerdekaannya. Ingat ! HAMAS menang pemilu scra demokratis, tp degilnya amrik yg ngaku kampiun demokrasi mngglamkannya dgn jargon demokrasi tanpa makna.
Namun, sejarah akan mencatat dgn tinta hitamnya bhwa kapitalisme n zionisme akan trkubur dalam tanah kuburan yg digali sendiri. Hari ini trbkti HAMAS mnglahkan Israel dlm 3 mg saja. Yuk deh kt brpikir jernih agr tdk trjbak opni yg mnyesatkan,kan ini gunanya blog. cao !