Tuesday, December 28, 2010

Bola, Loba, Lobby

Awicaks

bolaNegeri penuh rekayasa ini gagal meyakinkan saya bahwa Tim Nasional Indonesia memang sungguh-sungguh telah mengalahkan Tim Malaysia dengan skor 5-1, lalu mengalahkan Tim Laos 6-0, kemudian menundukkan Thailand 2-1, dan di putaran semifinal dua kali mengalahkan Tim Filipina dengan skor sama, 1-0. Dengan segala hormat kepada para pemain yang sudah bekerja keras di lapangan, latarbelakang dan sepak terjang para pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di dunia politik dan bisnis adalah faktor yang membuat saya ragu atas prestasi yang sudah lama dinantikan seratus juta lebih warga Indonesia.

Saya terus terbayang Gayus Tambunan, pegawa negeri golongan 3C, usia awal tigapuluhan, mampu meraup ratusan milyar.  Bagi saya Gayus hanyalah puncak gunung es. Ia mewakili gambar yang lebih horror yang hingga saat ini tidak (atau mungkin tidak akan pernah) terungkap, tentang korupsi orang-orang yang bercokol di kekuasaan dan birokrasi, serta para pelaku bisnis dan investor yang menangguk laba dari buruknya governansi. Lho, apa hubungannya dengan Timnas Indonesia di piala AFF?

Nurdin Halid adalah sosok kontroversial, yang nyata-nyata sudah diseret ke pengadilan, tetapi tetap melenggang sebagai Ketua Umum PSSI. Opo ora hebat? Mari simak daftar kasus Nurdin Halid di bahwa ini, yang saya kutip dari sini.

Nurdin Halid adalah seorang koruptor yg sarat prestasi. Salah satu prestasinya yg hebat namun tidak diakui oleh FIFA adalah, satu2nya satu2nya org di dunia yg memimpin asosiasi sepakbola nasional dari balik jeruji besi. Berikut ini bagi yg belum tahu, prestasi nurdin halid yg lain adalah:

  1. Selang setahun setelah Nurdin Halid diangkat menjadi ketua umum PSSI, pada 16 Juli 2004, Nurdin Halid ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal.
  2. Setahun kemudian Nurdin Halid ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Dalam kasus ini Negara dirugikan Rp 169,7 miliar pada 1999, dan tersangka Nurdin Halid dituntut hukuman 20 tahun penjara. Tapi anehnya majelis hakim kemudian menyatakan Nurdin Halid tidak bersalah dan langsung bebas. Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara.
  3. Ia kemudian dituntut dalam kasus gula impor pada September 2005, namun anehnya dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum.
  4. Nurdin juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005, tetapi hanya menjalani 1 tahun penjara. Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
  5. September 2007 Nurdin Halid “pulang kandang“. Dia kembali mendekam di penjara LP Salemba Jakarta Pusat setelah menjadi “buron” Polda Metro Jaya. Kali ini kasusnya adalah penyelewengan impor beras illegal 60 ribu ton ex Vietnam dan divonis 2 tahun penjara. Hanya menjalani 14 bulan penjara, pada 27 Nov 2008 Nurdin Halid dibebaskan.

Sudah banyak yg menuliskan dosa2 Nurdin Halid. Tapi ini saya posting lagi biar lebih banyak yg membaca.

  1. Menggunakan politik uang saat bersaing menjadi Ketua Umum PSSI pada November 2003 dengan Soemaryoto dan Jacob Nuwawea.
  2. Mengubah format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah dengan memberikan promosi gratis kepada 10 tim yakni Persegi Gianyar, Persiba Balikpapan, Persmin Minahasa, Persekabpas Pasuruan, Persema, Persijap dan Petrokimia Putra, PSPS, Pelita Jaya, dan Deltras.
  3. Terindikasi terjadinya jual beli trofi sejak musim 2003 lantaran juara yang tampil punya kepentingan politik karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di Pilkada. Persik (2003), Persebaya (2004), Persipura (2006), Persik (2006), Sriwijaya FC (2007), Persipura (2008/2009).
  4. Jebloknya prestasi timnas. Tiga kali gagal ke semifinal SEA Games yakni ntahun 2003, 2007, dan 2009. Tahun 2005 lolos ke semifinal, tapi PSSI ketika itu dipimpin Pjs Agusman Effendi (karena Nurdin Halid di balik jeruji penjara).
  5. Membohongi FIFA dengan menggelar Munaslub di Makassar pada tahun 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya.
  6. Tak jelasnya laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang diberikan setiap tahunnya.
  7. Banyak terjadi suap dan makelar pertandingan. Bahkan, banyak yang melibatkan petinggi PSSI seperti Kaharudinsyah dan Togar Manahan Nero.
  8. Tak punya kekuatan untuk melobi Polisi sehingga sejumlah pertandingan sering tidak mendapatkan izin atau digelar tanpa penonton.
  9. Satu-satunya Ketua Umum PSSI dalam sejarah yang memimpin organisasi dari balik jeruji besi.
  10. Terlalu banyak intervensi terhadap keputusan-keputusan Komdis sebagai alat lobi untuk kepentingan pribadi dan menjaga posisinya sebagai Ketua Umum.
  11. Pertandingan antara Persib vs PSMS (07 April 2007) yang diputus Komisi Disiplin (Komdis) dan Komisi Banding (Komding) tanpa penonton akhirnya diijinkan dengan penonton melalui surat sakti dari Ketua Umum PSSI. (Keputusan ini sebelum Munas PSSI 18-22 April 2007 di Makassar dengan agenda memilih ketua umum baru)
  12. Kurnia Meiga, pemain Arema, yang dihukum 5 bulan terhitung sejak Oktober 2008, namun pada tanggal 2 Februari 2009 Kurnia Meiga sudah bisa turun bertanding kembali melalui peninjauan kembali. (baru 3 bulan menjalani hukuman)
  13. Yoyok Sukawi, manajer PSIS Semarang, dihukum 6 bulan oleh Komdis dan ditambah menjadi 1 tahun oleh Komding tidak boleh mendampingi tim nya sejak Oktober 2008. Namun pada pertengahan Januari 2009, Yoyok Sukawi sudah bisa mendampingi timnya kembali melalui mekanisme peninjauan kembali. (baru 3 bulan menjalani hukuman)
  14. Pemain Persib mendapat hukuman dari Komdis karena melakukan aksi mogok bermain. Namun berdasar SKEP/12/NH/X/2009 yang ditandatangani Nurdin Halid, hukuman tersebut bisa dicicil sehingga beberapa pemain yang mendapat hukuman bisa dimainkan.

Informasi tersebut tentu saya tidak telan mentah-mentah. Namun perspektif dan sudut pandang si penulis didasarkan kepada informasi yang telah dipublikasikan luas oleh media massa. Sedikit banyak saya berbagi perspektif dengan si penulis posting tersebut.

Itu sebabnya saat Timnas Indonesia mengalahkan Malaysia 5-1, saya tengah disibukkan oleh tugas perancangan dan penulisan program untuk sebuah lembaga. Saya tidak baca koran, kecuali hanya judul-judulnya yang muncul di piranti RSS feeder di laptop. Kawan saya mengabarkan kemenangan itu. Tanpa melepas mata dari laptop saya hanya berkomentar, “Ah, paling suap… Nurdin Halid, gitu lho….” Semua yang hadir di ruangan membelalakkan mata mereka. Saya tidak peduli, saya tetap pada keyakinan saya.

Kemudian, ketika Timnas Indonesia mengalahkan Laos 6-0, saya sedang di Bogor, menuntaskan tugas penulisan laporan yang akan diterbitkan menjadi buku, bersama beberapa kawan yang membantu kerja penelitiannya. Saya kembali bereaksi sama ketika kawan-kawan mengabarkan kemenangan tersebut. “Suap itu…. Memang kemenangan ditentukan oleh kecakapan dan ketrampilan pemain, kekompakkan mereka sebgai tim, serta kepiawaian pelatih. Tetapi dengan manajemen yang korup, terus terang saja, saya ragu….”

Terus menurunnya skor pertandingan, dari yang spektakuler, ke yang bikin jatung berdegup, bahkan hingga Timnas Indonesia dikalahkan telak 3-0 oleh Malaysia, bisajadi menunjukkan perang batin yang hebat yang dialami oleh pelaku langsung pertandingan, para pemain dan pelatih. Jika hanya mengandalkan berita-berita yang tampil di ruang publik, tidak ada argumen lain yang bisa dilontarkan selain kentalnya politisasi pertandingan AFF ini, yang kemudian membebani mental para pemain. Jadi, kalau saya terus menggunakan Gayus Tambunan sebagai faktor pengingat, bacaannya jadi berbeda….

Suap menyuap dalam pertandingan sepakbola internasional bukan perkara luarbiasa. Apalagi pertandingan-pertandingann yang berprestise tingkat dunia, yang sulit menghindar dari para bandar judi kelas kakap. Tetapi dengan mempelajari CV tak resmi Nurdin Halid di atas, pengaturan pertandingan bukan perkara sulit. Saya selalu dihantui kekhawatiran bahwa gambaran korupsi di negeri ini jauh lebih mengerikan dan horror dari yang ditampilkan Gayus Tambunan. Sehingga berprasangka seperti ini bagi saya bukan lagi sikap paranoid. Tetapi merupakan analisis cadangan, yang penting dijaga agar otak tetap waras….

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: