Saturday, December 31, 2011

Aktivitas yang Minim Prokepentingan Rakyat

Setiap mendengar Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, kita teringat koperasi sebagai saka guru dan UKM sebagai salah satu tiang penopang perekonomian rakyat. Apalagi, saat kita menghadapi krisis ekonomi, koperasi dan UKM selalu didambakan sebagai penyelamat. Apa jadinya jika kini kedua lembaga itu di tangan Kemkop dan UKM sudah kurang prorakyat?

Stefanus Osa | Kompas | 31 Desember 2011

Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan pun dalam laporan kinerja Kemkop dan UKM akhir tahun 2011 di Jakarta, sepekan lalu, mengakui, ”Kementerian ini kini lebih ditugaskan untuk menyiapkan fondasi regulasi-regulasi. Dengan anggaran terbatas, program prorakyat yang langsung mengena ke masyarakat memang kecil sekali.”

Tahun 2011, kementerian ini memperoleh alokasi APBN sebesar Rp 1,015 triliun. Namun, hingga akhir tahun, anggaran yang diblokir mencapai Rp 25,19 miliar. Dari pengurangan anggaran yang diblokir, praktis hanya Rp 990,4 miliar yang sebagian besar digunakan untuk anggaran rutin. Namun, hingga 22 Desember 2011, masih tersisa Rp 77,34 miliar.

Bagaimana pemanfaatan anggarannya? Kemkop dan UKM hanya fokus pada sesuatu yang dimonitor Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), seperti pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010, antara lain, sosialisasi kredit usaha rakyat (KUR), penyusunan rencana tindak pendampingan terhadap lembaga kredit mikro (LKM) yang belum berbadan hukum, lalu pembinaan dan pengawasan LKM.

KUR adalah kerja keroyokan antarkementerian. Realisasinya sudah mencapai Rp 26,56 triliun, diserap oleh 1,76 juta debitor. Jadi, walaupun sudah melebihi target Rp 20 triliun, program KUR tidak bisa dibilang sebagai semata-mata prestasi Kemkop dan UKM.

Revitalisasi pasar tradisional yang dilaporkan pun sesungguhnya juga tidak sebanding dengan jumlah pasar tradisional di Indonesia yang mencapai 14.000 unit. Tahun ini, hanya 36 unit pasar di 28 provinsi yang disentuh.

Program bantuan sosial diberikan kepada 1.370 koperasi, dengan nilai masing-masing Rp 50 juta. Ini jelas tak sebanding dengan jumlah koperasi sebanyak 188.000 unit.

Penciptaan lapangan kerja

Dahulu, nasihat orangtua lebih menekankan agar anaknya mengutamakan menuntut ilmu setinggi langit. Jangan menyambi belajar sambil bekerja. Sebab, kalau sudah tahu uang hasil bekerja, kewajiban menuntut ilmu terabaikan. Fondasi pengetahuan dibiarkan rapuh.

Namun, zaman kini sudah berbalik. Semangat berwirausaha sudah dibiarkan tumbuh, bahkan tak jarang jenis usahanya pun melenceng dari ilmu pengetahuan yang dikejarnya. Wirausaha pun diberikan peluang, terbuka pula janji-janji permodalan. Perbankan pun membidik kawula muda yang memiliki nyali untuk terjun menjadi entrepreneur. Intinya, tak semua kesuksesan diperoleh dengan prestasi sekolah yang tinggi.

Sepanjang tahun 2011, Kemkop dan UKM mengagendakan banyak kunjungan ke perguruan tinggi di Tanah Air. Selain menyosialisasikan tumbuhnya wirausaha pemula, Kemkop dan UKM pun siap memberikan modal, seperti melalui program bantuan sosial dan pinjaman modal dari badan layanan umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).

Kuncinya, penyaluran bantuan tersebut hanya bisa dilakukan melalui lembaga koperasi. Tentu, koperasi yang baru berdiri akan menjadi persyaratan yang sulit. Kalaupun sudah mampu berdikari, pengarahan modal pun didorong kepada program KUR.

Aroma pencitraan terkesan sangat kental dari pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang disiapkan Kemkop dan UKM untuk dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebanyak 2.094 orang dikumpulkan secara massal. Mereka diceramahi berbagai peluang usaha dengan melibatkan perwakilan perbankan nasional. Terbukti, hanya 261 orang yang didukung bantuan modal.

Pelaksana Tugas Sekretaris Kemkop dan UKM Agus Muharam mengatakan, ”Tahun ini, kami memang baru sebatas tahap pembenihan. Jadi, latihan dan bimbingan teknis bagi mereka yang ingin berwirausaha. Kalau serius merasa berjiwa kewirausahaan, ya, dimasukkan dalam tahap penempaanuntuk magang di wirausaha sukses. Namun, bisa juga langsung menjadi wirausaha mandiri.”

Tahap berikutnya adalah tahap pengembangan. Sekali lagi, calon wirausaha hanya diarahkan untuk memperoleh modal dari KUR atau program bantuan dana bergulir dari LPDB.

Sepintas, tahun 2011 Kemkop dan UKM hanya menjadi ”jembatan”. Bukan secara langsung menyentuh pengembangan wirausaha.

Golongan terkorup

Ironisnya, Kemkop dan UKM malah dikejutkan penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi. Kementerian ini masuk dalam golongan terkorup dalam Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011. Penilaian itu terjadi pada saat gencarnya kampanye mendorong kewirausahaan.

Nilai Kemkop dan UKM hanya mencapai 5,52 atau di bawah standar integritas pusat yang mencapai 7,07. Penilaian menyangkut pelayanan data akses pasar domestik. Bagai disambar geledek, hasil survei itu dipublikasikan bertepatan dengan Hari Korps Pegawai Republik Indonesia.

Pasca-diumumkan, Syarifuddin Hasan mendatangi KPK beberapa hari berikutnya. Hasil pertemuan tertutup, Syarifuddin Hasan pun menyatakan, KPK menghendaki kampanye antikorupsi diwujudkan. Penilaian sesederhana inilah yang tampaknya masih kurang direalisasikan Kemkop dan UKM.

Terpukul penilaian itu, sektor UKM memang masih menjadi anak bawang di negeri ini. Saka guru hanya menjadi kata yang gampang diucap dan enak didengar.

Copyright © 2011 Kompas Digital

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: