Friday, March 30, 2012

Bentrok, Rontok, Bobrok

Satu per satu orang-orang potensial melepas kartu security gedung mereka, melangkah meninggalkan wilayah rutin yang sepanjang beberapa bulan terakhir menjadi tempat berbagi. Dengan berbagai alasan, mereka mengundurkan diri dari jabatan di kantor. Sebuah kisah bagaimana bentrokan antara cita-cita mulia, kepentingan pragmatik, orientasi laba, pencitraan, menjilat atasan, serta kekuasaan semu telah merontokkan sebuah tim kerja yang solid

Awicaksono

Memang tidak ada harmoni sejati yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun disharmoni yang ekstrem, yang tidak muncul di permukaan, adalah bom waktu paling ampuh untuk rontok dan kolapsnya sebuah kerja bersama menuju tujuan yang telah ditetapkan. Disharmoni yang ekstrem terjadi karena begitu banyak ketidakjujuran terlibat dalam usaha bersama tersebut, bahkan sejak masa perancangan. Sebuah kerja bersama yang mestinya bertumpu pada tim yang solid tidak bisa tidak membutuhkan satu prasyarat: Saling percaya dan keyakinan bersama terhadap tujuan.

Disharmoni ekstrem bukan menyangkut realita bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan. Saya tidak menyorot tentang satu tim yang sempurna, atau usaha bersama yang tanpa cacat, tetapi tentang absennya saling percaya dan kepercayaan diri sebagai tim. Hal inilah yang menjadi dosa asal

Ketika ini semua dimulai, setiap orang mencoba saling menjajaki dan berusaha menemukan zona nyaman dimana individu-individu dengan beragam latarbelakang, keahlian, serta harapan dapat bertahan hidup di masa awal mereka bergabung. Beragam cara diupayakan. Dari hal yang paling sepele, seperti makan siang bersama, saling melontarkan gurauan, hingga yang bersifat serius dan terkait pekerjaan. Pelajaran penting yang dipetik pada masa awal adalah, tim yang solid tidak turun dari langit. Dia diniatkan untuk dibangun oleh individu-individu yang tergabung di dalamnya. Soliditas tim akan teruji ketika secara bersama-sama berusaha menghadapi dan menangani tekanan-tekanan dari luar, tetapi juga gesekan-gesekan yang timbul akibat tingginya ragam perbedaan yang terjadi di internal tim. Seberat apa pun tekanan pasti dapat ditangani oleh tim yang solid.

Namun apabila yang tumbuh hanya soliditas yang bersifat sebagian atau parsial, tekanan-tekanan dari luar justru akan memicu tingginya gesekan-gesekan internal. Hal itulah yang sesungguhnya telah terjadi. Soliditas tidak terbangun menyeluruh. Sebagian kecil dari individu tetap membawa kepentingan diri sendiri dan tidak rela berbagi dengan individu lainnya. Bentrokan yang terjadi sesungguhnya tidak substansial, tetapi lebih didasari oleh benturan ego dan kepentingan. Yang pragmatik akan bertarung habis-habisan atas nama pragmatisme yang mereka usung. Dan seterusnya. Ketika situasi tersebut dibiarkan, atau bahkan diberi ruang untuk bertumbuh, maka disharmoni ekstrem muncul tanpa bisa dihindari.

Disharmoni ekstrem tumbuh begitu subur oleh bobroknya kisi-kisi kekuasaan yang menjadi kerangka dasar pengambilan keputusan. Yang membuatnya menjadi lebih sempurna sebagai disharmoni ekstrem adalah kehadiran orang yang sangat mampu memainkan kekuasaan, menjalankan pola diktator, dan begitu gemar membuat orang lain menghadapi kesulitan ketika berinteraksi dengannya. Meski tidak terlalu lama, dampak dan kedalaman kerusakan sistem yang ditimbulkannya tidak dapat dipulihkan dalam waktu yang singkat, meski sosok tersebut berhasil dilengserkan. Disharmoni ekstrem sudah telanjur tumbuh subur.

Pelajaran yang mahal untuk sebuah pekerjaan bersama yang sesungguhnya begitu menantang dan menjanjikan hasil yang berpotensi menjadi terobosan usaha-usaha serupa. Yang memprihatinkan, detak jarum jam tidak bisa diundur, dia terus bergerak maju. Mungkinkah sebuah usaha reparasi mekanisme dan protokol kerja mampu memanfaatkan sisa waktu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan? Kita lihat saja nanti ….

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: