Saya membaca buku berjudul "the Myth of Development: Non-viable Economies of the 21st Century" sejak tahun 2002. Saya memperoleh fotokopian buku itu dari seorang kawan. Buku itu ditulis oleh seorang bekas diplomat Peru, Oswaldo de Rivero. de Rivero adalah Duta Besar Peru untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengundurkan diri karena pertentangannya yang mendalam dengan Presiden Peru (saat itu) Fujimori. Meskipun saya telah membacanya hingga tamat pada suatu waktu di pertengahan 2002, tetapi sejak itu buku tersebut menjadi bahan bacaan wajib saya setiap kali membaca berita, artikel atau laporan yang menunjukkan semakin kedodorannya ideologi "pembangunan" dari waktu ke waktu.
Oswaldo de Rivero juga menulis buku berjudul "New Economic Order and International Development Law", yang sayangnya hingga kini saya belum berhasil memperolehnya. Tetapi dari bukunya tentang mitos pembangunan saya memperoleh bahan bacaan dan cara baca yang kaya, yang hakekatnya merupakan kumulasi permenungan Oswaldo de Rivero yang berada di pusaran proses-proses diplomasi dunia di PBB.
Oswaldo de Rivero memperingatkan bahwa akan ada banyak negara dunia yang mengelola ekonomi yang tak-berkelanjutan (non-viable) di abad 21 ini akibat bangkrutnya teori-teori pembangunan yang semakin hari semakin menyesatkan karena tak jelas arah dan besaran manfaatnya dari kacamata negara-negara miskin. Menurutnya, pembangunan ekonomi adalah mitos terbesar abad 20. Ia memberi contoh, pada awal tahun 70an orang begitu percaya bahwa Brazil akan berhasil memberantas kemiskinan dan masuk ke dalam lingkaran negara-negara kuat. Hal sama juga berlaku untuk India, Mexico dan negara lain. Bahkan Indonesia pun sempat disebut sebagai "keajaiban dari Asia Tenggara." Namun kenyataannya, di awal abad 21 lebih dari 100 negara tidak pernah berhasil memenuhi beragam tolok-ukur tercapainya pembangunan. Hanya segelintir yang mampu, seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura, yang hanya mewakili kurang dari 2% total populasi "dunia ketiga."
Pembangunan secara umum yang telah dicoba lewat sosialisme tidak pernah terwujud. Bagi negara-negara miskin pilihannya sekarang bukan lagi bagaimana "membangun" tetapi justru bagaimana "bertahan hidup" di tengah derasnya gelombang revolusi teknologi dan evolusi persaingan global a la Darwinisme.
Beberapa analis negara-negara Utara serta akademisi-akademisi seasal senantiasa menekankan bahwa indikator-indikator pembangunan terus membaik, seperti meningkatnya tingkat harapan hidup dan menurunnya tingkat kematian bayi. Tetapi kenyataannya pada tahun 2000 terdapat 1,5 milyar jiwa orang hidup miskin mengandalkan hidup dengan biaya kurang dari 1 US$ sehari, dan 2,3 milyar jiwa orang hidup hanya dengan biaya kurang dari 2 US$ sehari. Kenyataan pahit lain, hampir 100 negara tidak pernah mampu meningkatkan pendapatan per kepala (income per capita) sepanjang 15 tahun terakhir. Indikator World Bank (WB) tentang kemiskinan 1 US$ per hari serta Indeks Pembangunan Manusia UNDP (Human Development Index) justru menunjukkan semakin meluasnya kemiskinan di negara-negara yang disebut secara keliru sebagai "negara-negara sedang membangun" (developing world). Adanya orang-orang yang hidup dalam situasi kemiskinan ekstrem dapat digunakan sebagai ukuran bahwa negara tempat mereka hidup hanyalah "bangsa-semu" atau “quasi-nations”, karena tak mampu menjamin perlindungan keselamatan warganya lewat upaya untuk menjadi bagian dari "proyek pembangunan ekonomi global."
Oswaldo de Rivero melontarkan tata-nama untuk jenis negara berdasarkan ketidakmampuannya mencapai indikator-indikator pembangunan ekonomi global. Dua diantaranya adalah non-viable national economies atau NVNE dan ungoverned chaotic entities (UCE). Menurut Oswaldo de Rivero negara-negara yang tergolong NVNE dan UCE adalah akibat terinfeksi virus ekonomi tak-berkelanjutan, dengan gejala-gejala ledakan pertumbuhan populasi perkotaan dan produksi yang terfokus kepada pengerukan bahan mentah ketika revolusi teknologi justru menghasilkan metodologi produksi yang membutuhkan hanya sedikit bahan mentah. Tumpang tindih kedua pola kecenderungan tersebut, menurut de Rivero, secara dramatik telah menghambat pembangunan serta menciptakan kebuntuan-kebuntuan yang membuat stamina negara-negara tersebut semakin merosot karena kehabisan enerji hanya untuk "menstabilkan" ekonominya. Uniknya, tidak semua NVNE kemudian kolaps atau bangkrut. Negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang besar serta memiliki kemampuan yang rendah untuk bertahan hidup justru akan bergeser menjadi negara-negara kacau yang tak-terkelola atau ungovernable chaotic entities (UCEs).
de Rivero menjelaskan apa yang disebut dengan UCE. Hakekatnya penyelenggara negara kehilangan kuasa dan kendali atas sebagian besar wilayah negara berikut rakyatnya. Pada negara-negara yang memiliki ekonomi tak-berkelanjutan, distribusi pendapatan yang buruk, pertumbuhan populasi seperti spiral serta terbelakang dalam hal teknologi proses menuju peminggiran sosial tak bisa dihindarkan. Pada gilirannya situasi tersebut akan menjadi media yang subur bagi tumbuhnya pergesekan-pergesekan dan tumbukan-tumbukan etnik, ideologi dan agama. Sebagian besar wilayah negara akan jatuh pada tangan-tangan jagoan-jagoan (warlords), pengedar narkotik, kelompok-kelompok gerilyawan yang bermotifkan ideologi tertentu, atau campurang dari ketiganya. Ketika kekacauan terus meningkat, masyarakat sipil pun perlahan-lahan lenyap dari arena politik dan sebagian besar warga akan sangat bergantung kepada Palang Merah Internasional, Doctors without Borders atau organisasi-organisasi "kemanusiaan" internasional lainnya. Maka negara tersebut berada pada keadaan tak stabil secara permanen. Itulah penjelasan Oswaldo de Rivero tentang UCEs. de Rivero memberi contoh antara lain Angola, Sierra Leone, Afghanistan, Somalia, Liberia, Cambodia, Rwanda, Burundi, Bosnia, Chechnya, Haiti, Albania dan Colombia.
Pertanyaannya, apakah jenis negara itu hanya terdapat di "selatan"? Oswaldo de Rivero menjelaskan bahwa selalu ada kebijakan global yang menciptakan ekslusifisme bagi beberapa negara kaya di "utara." Di beberap kota di Amerika Serikat (AS), de Rivero mengakatan, terdapat lingkungan yang tampak seperti cangkokan dari negara-negara miskin di "selatan." Hal sama dapat pula dilihat di Perancis. Tetapi kedua negara tersebut tidak akan pernah bisa digolongkan sebagai UCEs, karena penyelenggara negara tidak kehilangan kuasa dan kendali atas wilayahnya. Yang menarik, saat ini hanya Rusia satu-satunya negara pecahan Uni Sovyet yang digolongkan sebagai negara maju, karena ia termasuk dalam kelompok negara G8, yang menunjukkan bahwa pusat penyelenggaraan negara mengalami disintegrasi.
Salah satu frasa kunci terkenal dari Oswaldo de Rivero adalah “we must dare to think the unthinkable,” atau "kita harus berani memikirkan hal-hal yang tak terpikirkan." Buku "the Myth of Development" yang berjudul asli "El Mito del Desarrollo" memberikan dampak luar biasa di Amerika Latin. Ia dirujuk oleh beberapa pemimpin negara-negara Amerika Selatan dan Amerika Tengah yang secara terang-terangan menunjukkan sikap membangkan terhadap hegemoni AS.
Tulisan ini adalah pembuka dari ringkasan buku "the Myth of Development" yang akan saya sajikan selanjutnya di bawah judul yang sama dari posting ini.
(selesai bagian satu)
Saturday, October 21, 2006
Oswaldo de Rivero: Pergulatan dan Permenungan Seorang Bekas Diplomat (satu)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment