Awicaks
Gagah nian kisah-kisah heroik yang disiarkan mesin-mesin propaganda industri pers dan media dalam negeri tentang korupsi dana non-bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sepanjang empat bulan terakhir. Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK), sebuah panitia kosmetik tolok-ukur ekonomi makro Indonesia, tampil begitu gagahnya. Jika kita punya kesempatan melihat daftar prestasi KPK dari mulai menyelidiki hingga diseretnya tersangka tindak korupsi ke pengadilan pasti akan tercengang. Luarbiasa hebat. Selesaikah krisis negeri ini?
Sulit untuk legawa menerima bahwa penguasa Negeri ini memang terpanggil dan berkesungguhan menyelesaikan krisis bangsa. Korupsi, sebagai contoh, tidak pernah didudukkan sebagai salah faktor penyebab paling berbahaya dari rangkaian derita warga. Tidak pernah pula didudukkan sebagai faktor utama bobroknya perlindungan Negara atas keselamatan dan kesejahteraan warga. Korupsi semata-mata didudukkan sebagai masalah hukum (formal dan prosedural), yang sangat mudah dipelintir, dikemas dan digoreng untuk menjadi tidak relevan sama sekali dengan krisis yang membebani kehidupan warga.
Kenyataannya, korupsi sudah menjadi bahagian tak-terpisahkan dari hidup dan kehidupan bangsa ini. Ia ada dimana-mana. Di jajaran birokrasi, di lingkungan organisasi keagamaan, di organisasi-organisasi politik, organisasi massa dan bahkan organisasi masyarakat sipil. Orang bisa dengan ringannya berangkat menunaikan ibadah haji menggunakan uang hasil korupsi. Seorang pegawai rendahan tidak pernah merasa harus malu atau merasa tidak pantas ketika mengadakan selamatan rumah barunya yang megah, gagah dan mewah.
Kasus dana non-bujeter DKP bukanlah puncak gunung es. Ia hanya satu kasus kecil yang pemberitaannya sudah pasti terkait dengan siasat-siasat pemenangan posisi dan eksistensi kelompok-kelompok tertentu dalam merebut ruang publik. Dana non-bujeter DKP sudah pasti mengalir kemana-mana. Namun kemudian pertanyaannya, "Lalu apa, setelah publik tahu aliran dana tersebut?" Karena pihak yang menentukan duduk atau tidaknya kasus tersebut pun tidak bebas dari korupsi: Perangkat hukum dan peradilan.
Saya pun sering merenung, apakah jika korupsi sungguh-sungguh dituntaskan maka negeri kepulauan bernama Indonesia ini akan musnah dari peta pergaulan politik-ekonomi internasional? Apa yang terjadi seandainya semua pejabat publik yang tengah bertugas juga pejabat publik di masa lalu dibongkar tuntas? Selesaikah krisis bangsa ini? Atau, sesuai hukum dinamika sistem, akan ada proses-proses pencarian kesetimbangan baru, atas nama harmoni, atas nama peredaman ledakan konflik, dan sebagainya?
Jakarta, 20 Mei 2007
Sunday, May 20, 2007
(Dana Non-bujeter DKP) Mengalir Sampai Jauh
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment