Monday, June 18, 2007

Small Is Not Only Beautiful, It's Powerful

Awicaks

Artikel halaman utama Kompas hari ini cukup bagus. Membongkar kecerdikan pengurus Negara pulau, Singapura, membuat siasat bagaimana menguras saku orang Indonesia dan mengalihkan peluang masukan fiskal untuk Jakarta. Tentunya para pembuat kebijakan negara pulau itu paham betul mentalitas kere warga Indonesia, terutama segelintir mereka yang punya uang lebih, tak peduli darimana sumbernya, tak peduli apakah itu halal atau haram, legal atau ilegal. Jika perlu para pengemplang utang, big time bandit pembobol kas-kas negara diperbolehkan sembunyi di tempat terang benderang di negeri ini tanpa perlu takut dicokok petugas hukum dari Indonesia. Di Indonesia orang-orang itu boleh saja mencoleng, mencuri, menyuap, tetapi begitu mereka melewati petugas imigrasi di Bandara Changi, mereka harus patuh 150% kepada tata-hukum Singapura.

Negeri itu boleh kecil, bahkan proporsi perbandingan luas daratannya mungkin jauh di bawah 0,0001% dibandingkan total luas Negara Kepulauan Republik Indonesia. Namun si kecil itu dapat dengan mudahnya mencucuk hidung dinosaurus bodoh, mengimingi-iminginya dengan permen bergula yang tak sehat dan bikin ketagihan. Si kecil Singapura tentunya paham betul betapa korupnya tata-kepengurusan Negara Kepulauan Republik Indonesia itu. Si kecil Singapura pun menguasai betul lubang-lubang kelemahan dinosaurus yang besar dan bodoh itu, serta menguncinya tanpa berkesan agresif.

Perluasan wilayah daratan negeri pulau itu menggunakan pasir urukan dari wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia berlangsung secara terang benderang. Bahkan ketika pengurus Negara mengeluarkan larangan, si kecil Singapura langsung bergerilya, merekrut dengan mudah orang-orang yang bekerja untuk Negara Kepulauan Republik Indonesia, membanjiri mereka dengan uang recehan untuk tatap melaksanakan pengiriman onggokan-onggokan pasir laut, tidak hanya dari Riau Kepulauan dan Riau Daratan, bahkan sebagian kabarnya berasal dari Sulawesi Tengah.

Singapura yang mungil dan imut, tetapi berambisi besar menjadi pusat transaksi dagang di Asia Tenggara, melakukan perencanaan secara ketat. Singapura, yang menurut definisi UNESCO tergolong pulau kecil, menjadikan kendala fisik bentang pulau sebagai argumen utama dalam setiap pengambilan keputusan yang melayani ambisi-ambisi besarnya. Kuota menjadi instrumen hukum yang ditegakkan tanpa kenal ampun. Kuota kendaraan bermotor, kuota populasi warga asing, kuota barang dan jasa industrial, dan sebagainya. Dan mereka tak pernah merasa khawatir terhadap setiap kelebihan dari kuota yang ditetapkan. Untuk kendaraan bermotor, Pulau Sabang, Indonesia, senantiasa siap menerima barang-barang tangan kedua dengan kondisi baik atau diperbaiki (refurbished). Tidak perlu heran jika Anda akan sering melihat kendaraan-kendaraan beroda empat yang tergolong mewah berseliweran di Banda Aceh. Ciri utama bahwa kendaraan-kendaraan itu bekas Singapura dapat dilihat pada pelat nomornya yang selalu berakhiran 'NA'.

Menjadi berlebihan ketika parlemen kebakaran jenggot dengan perjanjian kerjasama militer antara Indonesia dengan Singapura sebagai biaya atau kompensasi atas ruang bagi aparat hukum untuk dapat mencokok koruptor-koruptor kakap yang sembunyi di Singapura. Beberapa ahli hukum mengatakan bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia - Singapura adalah sesuatu yang berlebihan. Karena tanpa perjanjian itu pun Indonesia tetap bisa mencokok para koruptor dan maling besar itu, karena kedua negara ini adalah peratifikasi suatu kesepakatan multilateral tentang hukum antarwilayah, Mutual Legal Assistance Treaty (MLA), bersama beberapa negara lain. Perjanjian kerjasama militer tersebut adalah bonus bagi Singapura. Bonus akibat kebodohan para diplomat, ahli hukum yang disewa serta politikus yang sekarang masuk dalam lingkar kuasa politik Indonesia. Ada atau tidak perjanjian ekstradisi dengan bonus kerjasama militer Singapura tetap eksis sebagai tempat orang-orang kaya Indonesia buang uang, serta tempat fiskal Indonesia dialihkan.

18 Juni 2007

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

3 comments:

Wison said...

Itu namanya negara maju, small but huge but in terms of that Indonesia is big but stupid! with over 500 municipal council members, we losing to less than 50 parliament members of Singapore!

frankly, brainiest people like to lived and joined their neighbourhood, but hence, Indonesia didn't need any brainiest! That's why, we are too fool to be true.

I myself probably lin ce wei would chose to be unrecognized Indonesian in Singapore! Just hope could contribute something to make it better!

A matter of fact, those Indonesian brainiest would really hope some days they are useful to Indonesia!

Asal jangan terlalu angkuh dan terlalu bangga terhadap istilah Indonesia bisa juga! Nonsense... mawas diri aja deh! jadi ngisin!

Anonymous said...

Agree to certain extend. But it can't be an apple-to-apple comparison. Indonesia itself is a debatable countryland. Full of historical claims but fail to prove its social contract as a unite state..

Anonymous said...

mungkin...kita juga harus menelaah apa yang menjadi pertimbangan2 bagi diplomat2 indonesia untuk memutuskan "mendomplengkan" perjanjian ekstradisi dgn perjanjian militer...pasti ada pertimbangan2nya...^_^