Friday, September 21, 2007

Bos Bebal[us] atau Rak[us]?

Awicaks

Sulit untuk jadi warga Indonesia. Mau kritis percuma. Komentar-komentar kritis cuma masuk ke keranjang sampah pejabat humas. Tetapi jika diam atau mendiamkan semua kebebalan dan kerakusan kecenderungan lahirya generasi baru oportunis yang kian canggih akan menjadi-jadi. Memang tak perlu kita khawatir berlebihan, karena dalam sistem para maling pun tetap ada mekanisme saling "koreksi," terlepas apakah itu berwujud baku-jegal, baku-tikam dan sebagainya.

Wacana-wacana indah yang kita baca di media-media massa sangat jarang merdeka dari pengaruh para bebal dan para rakus di berbagai lapis bangsa Indonesia (itu pun jika Indonesia layak disebut sebagai sebuah bangsa). Beberapa diantara kita bahkan tanpa sadar telah mengembangkan teknik membaca media massa secara kritis a la Indonesia. Teknik itu terus berubah, bergantung pada dinamika tata-hubungan antara elit penguasa, elit modal serta elit media publik. Ketika kita membaca tentang pembongkaran kasus korupsi beberapa anggota DPRD di Sumatera Barat beberapa tahun lalu, maka teknik membaca kritis pun mulai digunakan.

"Jangan-jangan karena pejabat tertentu tidak kebagian? Atau anggota-anggota DPRD tersebut terlalu rakus dan tidak membangun jama'ah korupsi?"

Atau...

"Bisajadi Kapolda setempat punya target politik tertentu. Pembongkaran kasus korupsi itu sangat jitu menaikan posisi tawar politik dia menghadapi si anu dan si itu...."

Lepas dari teknik membaca kritis, pemaparan-pemaparan dan pembelejetan kasus-kasus penyelewengan kuasa dan kewenangan bukannya menimbulkan efek jera terhadap para elit. Pembelejetan tersebut justru menjadi pemicu lahirnya teknik-teknik baru bagaimana mengangkangi dan mengadali tata-kelola penyelenggaraan negara. Bukannya membuat paa pejabat publik takut dan jera, tetapi justru menjadi ajang adu kreatifitas.

Slogan-slogan kosong tentang good governance, accountability dan sebagainya pada akhirnya takluk di tangan para penyusun pidato pejabat, petugas-petugas kehumasan, serta konsultan politik. Yang menarik, kekritisan warga dan khalayak luas tetap gagal tumbuh dan berkembang. Janji dan retorika kosong para pejabat publik senantiasa mampu memadamkan kemarahan warga yang nyaris meledak ketika menghadapi masalah yang jelas-jelas disebabkan oleh korupnya struktur penyelenggaraan negara.

Jangan-jangan warga yang bebal dan elit yang rakus adalah kombinasi paling optimum bagi terselenggaranya sebuah negara yang bobrok...

20 September 2007


Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: