Thursday, November 08, 2007

David Copperfield dan Lumpur Lapindo

Awicaks

Usia derita warga Porong yang hidup dalam lengket neraka lumpur Lapindo sudah lebih dari setahun. Warga yang dulu terdiam, terintimidasi, pasrah kini mudah menggelegak. Bahkan meneriaki sang presiden dengan sebutan yang memerahkan telinga pun bukan soal.

Sebagai manusia mereka sungguh terhina. Bekerja keras bertahun-tahun demi masa depan anak cucu, berupaya tak pernah bertindak macam-macam apalagi merugikan negara dan keluarga Bakrie, sebagai pemilik Lapindo, tetapi hidup mereka justru dijerumuskan ke dalam lubang derita tak berujung. Sebagai warga negara mereka benar-benar diuji, apakah menjadi warga negara Indonesia memang harus tahan hidup menderita tanpa putus?

Seorang Aburizal Bakrie tampaknya sekarang sudah bisa tidur lebih nyenyak dibandingkan beberapa bulan lalu, apalagi ketika sang presiden mencoba menunjukkan kemachoannya dengan hidup bersama para pengungsi, untuk mencoba meringankan derita warga. Tindakan yang (seakan-akan) menyentuh ditunjukkan dengan langkah-langkah lidah yang kongkret: Janji-janji. Janji mempercepat proses pembayaran ganti-rugi. Janji menghukum pihak-pihak yang bertanggungjawab. Janji berusaha lebih keras untuk menghentikan semburan lumpur.

Sebagai langkah, ia tetap langkah-langkah lidah. Hanya resonansi suara yang tersisa (serta pemberitaan koran-koran nasional yang tak lagi layak disimpan sebagai arsip, karena warta derita negeri ini terus bermunculan silih berganti). Dan seorang Aburizal Bakrie sudah bisa tidur lebih nyenyak sekarang.

Memang sungguh hebat negeri ini. Bahkan seorang David Copperfield pun harus mengurungkan rencananya memamerkan kepiawaian bersulap. Ia tak akan mampu menyulap jutaan hektar hutan menjadi rumah-rumah mewah yang dimiliki pejabat negara. Ia pun sudah pasti tak akan mampu mengalahkan Aburizal Bakrie yang memiliki kehebatan menyulap hampir seperlima wilayah kabupaten menjadi kubangan lumpur. Meski kehebatannya itu hanya satu arah.

Jangankan mengembalikan genangan lumpur pekat berbau menyengat itu kembali masuk ke lapis kerak-kerak bumi, menghentikan semburannya pun ia tak mampu. Tetapi bukan sulap namanya kalau hasil akhirnya tidak mencenangkan. Dan di situlah kehebatannya bersulap. Lumpur Lapindo terus mengalir hingga detik ini, derita warga tak berkesudahan, dan ia bisa tidur dengan lelap. Apa bukan sulap namanya?

8 November 2007


Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: