Friday, February 22, 2008

Lapindo - Potret Bobroknya Mental Politikus Indonesia

Awicaks

Seorang ahli geologi yang cukup vokal tak habis pikir dengan jungkir-balik politik yang secara terang-terangan mempermainkan nasib warga kebanyakan. Semburan lumpur panas akibat operasi Lapindo Brantas agaknya akan ditutup tanpa malu-malu oleh pengurus Negara, atas nama keselamatan modal dan nama baik orang terkaya di negeri ini. Mohon maaf, jika pajak warga korban semburan lumpur Lapindo dijumlahkan sekali pun tak akan mampu menyaingi jumlah pajak yang disetor oleh pemilik Lapindo, yang notabene adalah orang terkaya di negeri ini, dan saat yang sama memangku jabatan menteri dengan tugas mengurus (keselamatan dan) kesejahteraan warga.

Saya sendiri tak habis pikir dengan huru-hara yang terjadi di parlemen pada saat dengar pendapat para ahli tentang semburan lumpur Lapindo, guna mengambil keputusan apakah kejadian tersebut murni bencana alam atau akibat kesalahan operasi eksplorasi minyak-gas bumi milik Aburizal Bakrie itu. Kenapa begitu alot prosesnya?

Apa sih yang dibicarakan pada saat anggota DPR yang terhormat tersebut saling melobi? Apakah soal besarnya duwit yang dijanjikan apabila mereka sepakat menyatakan bahwa ini adalah murni bencana alam? Atau, mereka saling bersepakat untuk membagi suara, untuk menunjukkan kepada publik bahwa telah terjadi perdebatan sengit diantara mereka, tetapi ujungnya tetap keputusan bahwa kejadian di Porong, Sidoarjo itu adalah murni bencana alam? Mohon maaf lagi, saya tak punya pikiran positif sama sekali mengenai manusia-manusia tak bernurani dan tak berotak yang duduk ongkang-ongkang kaki menanti gaji, tunjangan plus plus, sambil bersandiwara seakan-akan demokrasi memang hadir di Senayan....

Orang-orang yang bersembunyi di balik panji-panji partai berbau agama sekali pun tak bisa menyembunyikan dangkalnya nurani mereka. Jika kita pakai akal sehat, jumlah anggota DPR dari partai-partai berbasis agama, baik itu Islam maupun Nasrani, saya kira mampu menggolkan keputusan yang dilandaskan kepada rasa keadilan dan nurani. Bukan semata-mata berdebat pakai akal tentang benar tidaknya duduk perkara semburan lumpur panas yang telah menenggelamkan puluhan ribu rumah dan membuat ribuan orang tersingkir dari ruang hidup mereka. Tetapi semata-mata menggunakan hati saat melihat fakta orang-orang yang tak tahu-menahu tentang geologi, serta tak mau repot dengan prospek industri minyak-gas bumi asal bisa menyambung hidup dari hari ke hari itu hidup tak berkentuan hingga hari ini sepanjang hampir tiga tahun! Tiga tahun, saudara-saudara. Lebih baik mereka tak menggunakan simbol-simbol agama jika sikap dan kelakuan mereka tak beda dengan politikus-politikus oportunistik dari partai non-agama yang memperlakukan tugas dan kewajiban perwakilan di DPR semata-mata sebagai sumber nafkah belaka.

Saya kira Lapindo adalah puncak gunung es dari ketidakpedulian pengurus negara, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif terhadap status krisis dan status keselamatan warga. Mereka masih bisa tidur siang dengan tenang ketika warga korban lumpur Lapindo melakukan aksi-aksi unjuk rasa dan pemblokiran jalan tol serta rel kereta api. Semakin nyata potret bobroknya mentalitas orang-orang Indonesia yang memiliki hak istimewa, dibayar mahal dari uang rakyat, yang duduk di kantor-kantor negara dan parlemen. Memuakkan! Menjijikan!

22 Februari 2008


Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: