Sunday, May 25, 2008

Lazim? Zalim?

Awicaks
Jusuf Kalla meminta para penerima BLT untuk meyakinkan pemrotes bahwa kenaikan BBM (dan menerima BLT) lebih enak dibandingkan jika tidak dinaikkan. "Selama ini subsidi BBM hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki mobil dan menggunakan AC."

Juragan asal Sulawesi Selatan satu ini memang gemar menghina akal sehat publik menggunakan daya pikirnya yang serba menyederhanakan, serba kulit, dan menggampangkan segala hal, seakan-akan semua orang hidup seperti dia. Dan juragan satu ini tak pusing apakah orang menerima atau menolak pendapatnya. "Hajar bleh, maju terus pantang mundur!"

Warga Indonesia yang begitu beragam sulit untuk maju dengan satu suara yang solid menyikapi perilaku pejabat publik yang merendahkan dan membodohi, karena pengalaman dan ingatan sosial politik yang panjang selama lebih dari tigapuluh tahun dipimpin jenderal bengis yang selalu tersenyum manis, Suharto. Massa kritis suara aktivis organisasi non-pemerintah (ornop) juga tak kunjung mengristal, karena ada masalah serius dalam hal identitas dan imajinasi yang sarat cangkokan rujukan-rujukan dari tempat lain tanpa analisis kritis yang tajam. Massa kritis suara aktivis mahasiswa pun menghadapi masalah kepemimpinan. Lebih suka bergerak keroyokan daripada terorganisir. Maka perilaku macam Jusuf Kalla akan terus langgeng tak terganggu.

Ungkapan yang bernuansa zalim (dhalim) seperti di atas sudah terlalu sering dilontarkan Jusuf Kalla. "Pindah saja dari minyak tanah ke gas..." Begitu ringannya dia bicara. Tak peduli dampak kata-katanya. Karena ia selalu percaya diri bahwa apa yang ia yakini adalah yang paling benar. Tanpa perlawanan berarti sikap dan perilaku seperti itu pun diterima khalayak (meski terpaksa) sebagai suatu kelaziman. "Biarkan saja pejabat mau bicara apa saja....

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: