Awicaks
Ini bukan buku baru. Bahkan saya menemukannya di lemari arsip Zed Publisher. Petugas di Zed harus menmeriksa basis data di komputer apakah mereka bisa melepas buku ini untuk dijual. Setelah yakin bahwa mereka masih memiliki salinan lain, saya diperbolehkan membelinya. Pantang menyerah, saya minta potongan harga, karena buku ini sudah masuk arsip. Si petugas tertawa, "Nice try. I'll take a look whether you can get a discount or not." Ia pun mengecek ke komputernya kembali. "Okay, you can get 30% discount."Sekali lagi, ini bukan buku baru. Diterbitkan pertama kali tahun 2003. Buku yang ditulis Peter Griffiths ini pun tidak menawarkan perspektif baru. Meski bercerita tentang hal yang sama, bahkan terbit lebih dulu, buku bertajuk "The Economist's Tale" ini tidak seberhasil buku John Perkins, "Confession of the Economic Hitman." Tetapi yang menarik dari "the Economist's Tale", ia menggunakan pendekatan bertutur, dan beropini secara jujur. Tidak ada teori-teori besar, atau kerangka ekonomi-poltik hegemonik seperti yang ditawarkan buku-buku serupa.
Buku ini lebih tepat disebut gerundelan seorang konsultan kebijakan pangan yang bekerja di Seirra Leone bernama Griffiths, yang merasa tidak nyaman karena kajian keahliannya digunakan secara "keliru" oleh Bank Dunia untuk mendorong perekonomian Sierra Leone lewat kebijakan produksi beras. Anda akan kecewa jika berharap memperoleh bahasan teknikal tentang ekonomi pangan. Anda pun tidak akan dirundung rasa tertekan membaca kejumawaan Bank Dunia dalam mendikte pengurus Negara Sierra Leone. Anda justru akan banyak tertawa, meski pahit, membaca tuturan Griffiths dengan kalimat-kalimat yang cerdas mengejek dirinya sendiri, mengejek kesoktahuan para penentu kebijakan di Bank Dunia tentang situasi ekonomi-politik Sierra Leone.
Yang membuat saya tercekat adalah, ketika menemukan bahwa rute camput-tangan kebijakan yang dilakukan Bank Dunia di Sierra Leone serupa dan sebangun dengan yang mereka lakukan di Indonesia. Dengan kondisi geografik yang berbeda, dengan latar sejarah berbeda, apalagi latar sosial-politik dan ekonomi-politik yang jauh dari sama, Bank Dunia memberlakukan resep yang plek sama antara Sierra Leone dengan Indonesia. Penghapusan subsidi atas bahan-bahan kebutuhan pokok, percepatan privatisasi, pembanjiran utang untuk mendongkrak anggaran rutin kepengurusan Negara, dan sebagainya. Ya ampun! Terlepas dari gaya bertuturnya yang lucu dan ringan, di balik itu saya tidak menemukan perbedaan antara kisah lucu nan pahit di Sierra Leone dengan Indonesia.
Griffiths berhasil memaparkan pengalamannya seperti halnya orang mendongeng. Ia sangat berhati-hati ketika menyisipkan kajian teknikalnya dan meletakkannya sebagai pendapat pribadi terhadap campur-tangan kebijakan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), yang menurut penilaiannya absurd.
Sebagai sebuah dongeng yang lucu dan ringan, buku ini justru sangat menakutkan.
.
No comments:
Post a Comment