Awicaks
Ketika gonjang-ganjing keuangan di Negeri Paman Sam(suri) terjadi, saya bertanya-tanya, "Sekarangkah saatnya? Inikah wujud bangkrutnya kerakusan, ketamakan, keangkuhan dan kedigjayaan kepitalisme sejagad? Terlebih ketika seorang Bush Junior dengan nada patriotik mengiba-iba di depan Kongres demi mengucurnya dana talangan. Dimana gerangan sosok neo-liberalisme nan mahaperkasa, ketika terbukti pasar (berikut kerakusan korporasi) ternyata masih membutuhkan campur-tangan Negara, dan lebih memalukan lagi, ia membutuhkan subsidi dari dana publik. Benar kah mimpi akan terwujud segera?
Air panas di termos sedianya sudah siap untuk menyeduh secangkir kopi yang tak terlalu manis dan tak terlalu pahit, cukup untuk membuat pagi menjadi pembuka hari yang penuh warna. Namun pikiran yang sudah sedemikian terlatih untuk selalu bercuriga, ragu dan penuh pertanyaan, membuat saya mengurungkan niat membuat kopi. Sekelebat pertanyaan memaksa saya terduduk, apa betul gonjang-ganjing di Amerika Serikat yang mulai merayap ke jazirah Eropa memiliki dampak sedahsyat robohnya Tembok Berlin atau ambruknya sang Tirai Besi, Uni Sovyet?
Saya kira saya harus menepis mimpi di siang bolong ini. Saya pikir, para juragan peperangan (warlords) beserta seluruh jejaring pemasok amunisi, bahan bakar dan minyak pelumas, serta investasi-investasi strategik yang senantiasa membutuhkan perang, tidak mau bangun kapitalisme sejagad rontok begitu saja. Mereka sangat membutuhkannya. Tanpanya tak ada lagi proyek-proyek perang, yang memiliki daya pengaruh pengganda (multiplier effects) luar biasa, dari proyek-proyek kemanusiaan hingga proyek-proyek penciptaan kerangka kebijakan ekonomik atas nama kegawatan dan kedaruratan situasi.
Tak perlu jauh-jauh ke Amerika Serikat, Eropa atau lorong-lorong berusia ratusan tahun dingin di negara-negara Eropa Timur, di Indonesia pun saya kira kelompok serupa berkepentingan untuk melestarikan hak-hak istimewa kuasa modal dan kuasa politik di atas darah dan airmata warga, dengan berusaha all out at any costs untuk menyelamatkan kapitalisme (sejagad). Mungkin para calo tanah, yang punya bocoran informasi arah pengembangan suatu wilayah, juga tak akan rela menghentikan praktik penyerobotan tanah dan menumpuknya demi menyambut pembangunan perkotaan yang begitu marak di Indonesia.
Akhirnya saya putuskan membuat kopi pahit. Sepahit-pahitnya. Saya butuh teman diskusi, rupanya....
No comments:
Post a Comment