Awicaks
Teringat di pertengahan 1996, ketika internet baru merangkak memasuki kehidupan saya. Mailing list Apakabar atau Indonesia-L merupakan salah satu saluran aspirasi yang membuat hidup bergairah. Apakabar pertama kali digagas oleh Dr John MacDougall, dan dituanrumahi oleh Institute for Global Communications (IGC), sebuah jaringan aktivis berbahasa Inggris.
Kiriman-kiriman pembaca dan pelanggan umumnya berupa berita, laporan, opini dan diskusi diantara orang-orang Indonesia baik di dalam negeri maupun yang tinggal di negara lain. Esensi dari Apakabar adalah penghormatan terhadap kemajemukan (pluralisme), "sebuah simbol untuk kebebasan berekspresi di kalangan orang Indonesia yang tak dapat mereka nikmati di negeri sendiri," ujar John MacDougall pada emailnnya seperti dimuat di sebuah website.
Pelanggan Apakabar semakin hari terus meningkat, bahkan melebihki kemampuan piranti lunak dan server IGC. John MacDougall, sebagai moderator, memutuskan memindahkan Apakabar ke tuan rumah komersial, Esosoft, sekaligus membangun sebuah web bermoderasi, Indonesia Publications yang dapat diakses kapan saja oleh siapa pun.
Pada masa ini aktivis-aktivis organisasi masyarakat sipil dan wartawan Indonesia saling berbagi dan bertukar pandangan, berita serta berdiskusi tentang topik-topik yang pada masa rejim Suharto tak dapat dilakukan secara terbuka. Anonimitas sangat dihargai dan dihormati oleh sang moderator sesuai permintaan pelanggan/penulis. Mailing list Apakabar tumbuh menjadi yang terbesar sepanjang sejarah internet di Indonesia, mencapai 250.000 pembaca/pelanggan yang tersebar di 96 negara. John terpaksa menutup Apakabar karena biaya sewa server terus meningkat, sejalan tingginya jumlah pelanggan. Kiriman terakhir pada tercatat pada 8 Februari 2002.
Sebenarnya John sempat melakukan pemberagaman moda publikasi dengan membuat beberapa versi pada sekitar tahun 2000. Indonesia-L hakekatnya adalah bentuk mailing list yang umum kita kenal. Kemudian Indonesia-Views, atau Indonesia-V, berupa opini, yang umumnya merupakan hasil seleksi ketat John terhadap tulisan-tulisan yang masuk. Dan, Indonesia-News, yang hakekatnya adalah tempat pembaca berbagi berita-berita yang sudah terbit luas.
Saya bisa bayangkan, meski saya percaya John melakukannya dengan penuh anthusias, ia tak dapat menghindari kerja-kerja yang boleh dikatakan pro bono itu perlahan menjadi beban.
Apa yang telah dilakukan dan disumbang John MacDougall saya kira tidak sekedar menjadi saluran buntunya kanal-kanal aspirasi orang-orang Indonesia yang kritis, tetapi mencakup pula teladan bagaimana berdemokrasi tanpa harus menjadi cerewet dengan teori-teori demokrasi, menggunakan dinamika perkembangan dan pertumbuhan teknologi informasi dan internet.
Kerepotan yang dialami John MacDougall pada masa itu, saat ini sudah terangkum dalam satu layanan teraggregasi dan terintegrasi, yang memanjakan partisipasi pembaca atau pengguna, difasilitasi oleh pesatnya perkembangan web2.0, seperti Facebook, Digg, dan sebagainya. John pun aktif mengikuti perkembangan teknologi, dengan tetap berjejaring lewat Friendster dan Facebook, serta membagi pengetahuannya menggunakan teknologi aggregasi seperti Technorati, Blogroll, dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment