Saturday, October 15, 2011

Kocok-ulang kabinet: Epen kah?

Di Papua terkenal ungkapan, “Epen kah?” yang merupakan akronim dari ‘emang penting kah’. Saya kira langkah sang Presiden peragu saat ini dengan mengocok-ulang kabinetnya bukan perkara penting bagi rakyat. Sepanjang dua periode kepemimpinannya semua keputusannya tidak ada satu pun yang penting, karena rakyat bekerja sendiri menjamin keselamatannya, bahkan bisa dikatakan sesungguhnya rakyat justru yang menyubsidi negara.

Awicaks

Saya menganggap keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan sang Presiden, sebagai manajer negara, hanya bersifat simbolik. Keputusan dan kebijakannya senantiasa membutuhkan waktu lama sehingga menimbulkan faktor-tunda (delay-factor) yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang akan dirugikan oleh keputusan dan kebijakan tersebut dengan memaksimalkan usaha mereka sebelum diberlakukan pengaturan (perversed incentive).

Lumpur Lapindo adalah salah satu contoh paling kongkret. Tidak ada langkah cepat dan tegas. Entah atas nama apa beliau berlama-lama. Malahan sibuk berkemah di sekitar lokasi pengungsian, sambil menangis bersama. Tetapi beberapa bulan kemudian adegan tersebut tidak ada artinya sama sekali, karena kemudian ribuan korban lumpur Lapindo berbondong-bondong melakukan unjuk rasa di depan Istana.

Demikian halnya dengan para TKW korban pemancungan di Arab Saudi. Tidak ada langkah penting. Hanya simbolik belaka. Sebatas nota protes. Berbeda dengan Gloria Macapagal-Arroyo, presiden Filipina ke-14 periode 2001-2010, yang berjuang keras mencegah hukuman gantung terhadap salah seorang buruh migran asal Filipina di Malaysia. Dan usaha itu berhasil. Terlepas bahwa usaha tersebut adalah untuk mendongkrak citra Gloria namun saat yang sama ada hasil kongkret dari usaha itu. Bukan sekedar simbolik belaka.

Kasus-kasus korupsi kelas kakap yang membutuhkan sikap tegasnya senantiasa berlama-lama, mengular kesana kemari, menghilangkan fokus, dan akhirnya keputusan diambil atas nama citra. Yang tentu saja berhenti hanya pada sebatas citra. Tidak ada petunjuk langkah-langkah lebih lanjut untuk penuntasan.

Sehingga ketika ramai proses kocok-ulang kabinet, saya menganggap bukan hal penting sama sekali. Tidak ada urusannya dengan hidup rakyat. Memangnya menteri-menteri di kabinet bekerja mengurus kehidupan rakyat? Yang mereka urus hanya anggaran. Judul-judul kegiatan proyek kementrian ketika diurai berhenti sebagai lajur-lajur anggaran. Jenis kegiatan, apalagi kualitasnya, tidak penting lagi. Yang penting daya serap (burning rate) anggaran. Dan hal tersebut senantiasa rawan korupsi.

Lebih baik beliau bikin lagu lagi saja. Tema lagu-lagunya bukan tentang semangat berbangsa, tetapi tentang terkutuknya korupsi. Tentang terkutuknya pelanggaran HAM. Mungkin itu lebih penting ketimbang berlama-lama mempermainkan rumus yang tidak jelas guna memilah dan memilih orang-orang untuk mengisi kabinet.

Epen kah? Ah sa rasa tipen!”

Selanjutnya.. Sphere: Related Content

No comments: